Click here to go to blog index



MENUJU KOTA HIJAU,

PENGARUH   POSTMODERNISME  DALAM PERENCANAAN KOTA DI INDONESIA.

A B S T R A K  :  

Perencanaan Urban  di negara sedang berkembang seperti Indonesia sedang memasuki tahap yang penting,  dalam nuansa pengaruh pemanasan global, Globalisasi budaya, dan tentunya pengaruh yang melekat dalam dirinya sebagai Negara sedang berkembang. Dinegara sedang berkembang seperti Indonesia, Urban-area  menjadi tujuan dan target dari migrasi pedesaan untuk mengejar kehidupan yang lebih baik di kota - yang tidak dapat dicapai di daerah pedesaan - sebagai dampak dari kesenjangan dalam pelaksanaan pembangunan. Para migran dari desa membawa kosmologi  komunal mereka sendiri yang tidak cocok lagi dengan perkembangan di wilayah perkotaan. Dari perbedaan ini, muncul banyak masalah seperti Kaki-5 yang kumuh, penyalah-gunaan Wilayah Hijau kota yang pada akhirnya memunculkan  kekerasan dan banyak perilaku destruktif lainnya.


Sekitar tahun 1970-an gerakan Postmodern muncul sebagai manifestasi dari pemikiran mutakhir umat-manusia, Arsitektur dan Perkotaan kemudian tercatat sebagai salah satu Postmodern par excellence . Postmodernisme dengan Ontologinya yang Plural, berpihak terhadap lingkungan (Green movement) , menjunjung tinggi Kearifan-lokal (Genius loci) dan memberi ruang  hidup bagi masyarakat marjinal, yang merupakan problema keniscayaan kota-kota di Negara sedang berkembang. Hal ini merupakan kesempatan emas bagi perkembangan Perencanaan Perkotaan di Indonesia Menuju kota Hijau, sebagai Negara sedang berkembang, manakala Kebudayaan lokal sedang terkikis oleh pengaruh  Globalisasi, realitas fisik sedang berantakan karena kegagalan dalam perencanaan selama ini, diantaranya sebagai akibat dari peledakan  penduduk kota karena migrasi tadi dan banyak penyebab lainnya.


Berangkat dari pemikiran tadi, paradigma Postmodern dalam perencanaan dan perancangan perkotaan sangat mungkin menjadi kunci keberhasilan suatu Perencanaan dan perancangan Perkotaan Menuju Kota Hijau, di Negara sedang berkembang yang kaya akan budaya tradisional, Tropis dan subur. Keberpihakan Perencangan kota Postmodern terhadap Lingkungan akan mampu melawan eksploitasi terhadap suatu  kota. Selain itu, pendekatan Postmodern yang humanistik , peduli kepada masyarakat marjinal dapat diharapkan sebagai secercah harapan baru untuk suatu Urban area yang Hijau, lebih baik, lebih sehat dan lebih terencana.

Kata kunci: Postmodernisme, Perencanaan dan perancangan kota di Indonesia




 
I. PENDAHULUAN:

Pengembangan wilayah-Urban saat ini sedang terkendala  oleh banyak perubahan terbaru seperti pemanasan global, perubahan iklim, fenomena Globalisasi budaya, dan perubahan internal di setiap negara. Di Indonesia, Rob- kenaikan muka-air laut, merupakan dampak dari fenomena  perubahan iklim global , kita sadari telah  merusak banyak banyak kota di pantai Utara Jawa, seperti Kota Semarang, Tegal, Jakarta dll. Keadaan di kota-kota itu adalah contoh permasalahan yang menyebabkan banyak penderitaan kepada penduduk kota yang  tinggal di sana. Sementara itu salah-kaprah  arah perencanaan dan pengembangan kota-kota pantai itu malahan memperparah dampak dari fenomena alam Rob ke suatu kota, bahkan menyebabkan banjir besar di setiap musim penghujan.


Globalisasi dengan luas cakupan pengaruhnya yang sangat luas, mulai dari wilayah ekonomi hingga ke  gaya hidup perkotaan Global, memicu banyak kebutuhan baru yang mendesak akan fasilitas perkotaan mutakhir seperti Mal-mal, Apartemen, Hotel, bangunan perkantoran dan sarana-sarana Rekreasi. Tuntutan akan kebutuhan fasilitas perkotaan yang baru ini , bergolak  sangat cepat dan jika diperlukan, harus dilakukan dengan “mem-by-pass " semua aturan dan perencanaan  yang bahkan mungkin memang belum disiapkan.


 II. POSTMODERNISME DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERENCANAAN DAN        PERANCANGAN KOTA, MENUJU KOTA HIJAU, DI INDONESIA

Sejak tahun 1970-an, Postmodernisme muncul sebagai kelanjutan dan koreksi terhadap pemikiran sebelumnya, yaitu Modernisme, melahirkan pergerakan di hampir semua aspek kehidupan manusia, yang disebut "Postmodern-movement ". Dari pergerakan ini, muncullan nilai-nilai baru, seperti: Ketidak-percayaan terhadap metanarasi ( incredulity towards metanarratives) , Pluralisme, Incommensurability ( ke tak terbandingkan-an) , Kearifan lokal (Genius Loci), Historisisme, Feminisme, Dekonstruktivisme, Paradigma yang berbeda, pro Ekologi, populisme, dll


Postmodernisme menawarkan banyak nilai-nilai baru [1]bagi  Perencanaan dan perancangan Kota, Postmodernisme sejak  1970 an merupakan suatu  pergeseran kepekaan dalam berbagai pemikiran tentang perencanaan. Postmodernisme merupakan suatu istilah yang memayungi berbagai transisi ideologis dalam paradigma perencanaan dan manifestasi kebijakan, seperti :

  • Pergeseran dari proses yang pakar-sentris  menuju ke proses partisipasi -publik.
  • Dari pandangan Perencanaan sebagai pemunculan Kebaruan yang  "modern" menuju ke suatu penghargaan terhadap sejarah .
  • Dari fokus perencanaan pada fungsionalisme dan efisiensi, menuju perencanaan yang terfokus pada skala-manusia, humanis , dan menghargai keunikan. 
  • Dari perencanaan yang hanya berbasis teknologi yang efisien, zona fungsional yang terpisah-pisah, menuju ke perencanaan yang lebih guyub, dengan menerapkan zona Mix-use.


 

Dalam Perencanaan dan perancangan Kota, ada beberapa  aspek yang berhubungan dengan Postmodern Urbanisme, yang merupakan pergeseran-pergeseran dari nilai-nilai lama :


  • Perencanaan partisipatif (sebagai pengganti dominasi perencanaan rasional dilakukan oleh para pakar)
  • Sebuah upaya pencarian suatu urbanitas, identitas urban, dan keunikan budaya (sebagai pengganti perencanaan yang hanya berfokus pada fungsionalisme, efisiensi, dan rasionalitas bentuk perkotaan)
  • Penghargaan terhadap ruang bersejarah, kembali ke bentuk perkotaan tradisional (sebagai pengganti pandangan  Modernis tentang keunggulan bentuk baru yang modern)
  • Sebuah pembauran penggunaan lahan dan penentuan zona yang lentur (daripada pemisahan zona yang ketat).

 

  • Mengejar kerapatan dan kepadatan yang lebih tinggi, berskala  manusia, ramah bagi pejalan kaki, guyub, dan berbentuk kompak (berbeda dengan model penyebaran, dengan kepadatan rendah)

 

 

 

III. PROBLEMATIKA PERENCANAAN PERKOTAAN, MENUJU KOTA HIJAU DI INDONESIA

Fenomena pemanasan global, Rob, yang ada di kota-kota pesisir Utara Jawa, seperti Semarang, Tegal, Pekalongan, Jakarta, merusak infra-struktur dan menghalangi aktivitas warga kota. Sementara salah arah perencanaan dan pengembangan, sebagai konsekuensi dari perkembangan tren yang timbul, misalnya pengembangan Marina di Semarang - sebagai gaya hidup terbaru Perkotaan – justru menambah dampak kerusakan yang lebih berat dari Rob, dengan banjir besar sebagai tamu reguler - setiap musim hujan. Reklamasi legal, tapi salah arah dari zona Marina, akan menjadi sumbat besar untuk aliran sungai kanal kota.

Globalisasi dengan luas cakupan pengaruhnya yang sangat luas, mulai dari wilayah ekonomi hingga ke  gaya hidup perkotaan Global, memicu banyak kebutuhan baru yang mendesak akan fasilitas perkotaan mutakhir seperti Mal-mal, Apartemen, Hotel, bangunan perkantoran dan sarana- Rekreasi. Tuntutan akan kebutuhan fasilitas perkotaan yang baru ini , bergolak  sangat cepat dan jika diperlukan, harus dilakukan dengan “mem-by-pass " semua aturan dan perencanaan  yang bahkan mungkin memang belum disiapkan.

Kesenjangan antara “the Haves” dan “the Haves-not” muncul sebagai dampak sampingan dari solusi Urban-desain selama ini, dan penulis sebut sebagai "Elite-enclavement among slums”, “Kantong pemukiman Elite diantara kekumuhan". Wilayah-elit dengan fasilitas yang sangat mewah, namun dikepung oleh daerah kumuh disekitarnya. Model solusi Perkotaan masa kini ini laku-keras  dibanyak Real-estate dan Properti. Begitu juga dalam menjawab tuntutan akan kebutuhan gaya hidup masa-kini , kebutuhan fasilitas perkotaan seperti Mal, Apartemen, Hotel, Perkantoran dan sarana-sarana Rekreasi. Di semua daerah-Urban, muncul banyak "Kantong-Elite" yang lalu jadi mirip seperti "Pulau-pulau Indah" diantara kekumuhan. Kantong-kantong elite ini , mengadopsi langgam Internasional Modern, dengan desain arsitektur bangunan yang tegak-tunggal menjulang         yang membuat "Pulau-Indah" itu terkesan berdiri angkuh tanpa peduli terhadap realitas kemiskinan disekitarnya. Pencapaian dari suatu gedung ke gedung yang laindisebelahnya, bahkan para  Pejalan kaki harus mengambil risiko, dengan berjalan di zona yang sangat ramai dan berbahaya. Kapitalisme, Globalisasi dan Modernisme mengakibatkan melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin dalam pembangunan Perkotaan.
Keserakahan pengembangan Modern juga telah membuktikan dampak yang luar biasa pada kehancuran "kota Lama Historis" di banyak kota di Indonesia. Kebutuhan fasilitas perkotaan Modern yang kriteria utamanya adalah strategis-strategis dan strategis ini - menelan daerah-daerah pelestarian Historis, dilaksanakan dengan banyak tipu-muslihat dan bahkan dengan melanggar hukum tetapi dibuat legal.

III.1. Peluang postmodern di Indonesia, Menuju Kota Hijau:

Dalam era postmodern, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengimplementasikan nilai-nilai postmodern ke dalam kebijakan Perencanaan dan perancangan Kota. Beberapa nilai-nilai postmodern seperti: Ketidak-percayaan terhadap metanarasi ( incredulity towards metanarratives) , Pluralisme, Incommensurability ( ke tak terbandingkan-an) , Kearifan lokal (Genius Loci), Historisisme, Feminisme, Dekonstruktivisme, Paradigma yang berbeda, pro Ekologi, populisme, dll  dapat diimplementasikan pada kebijakan perkotaan yang pro lingkungan, memihak ke rakyat kecil dan kepentingan orang banyak.

Ruang publik bagi masyarakat umum


Penduduk kota dari negara sedang berkembang seperti Indonesia sangat heterogen dan terdiri dari berbagai kategori. Misalnya The Elite-rich/theHaves, Klas menengah, Pedagang Kaki-5, Kelompok penyedia Jasa, Tunawisma, para Komuter(boro) dan banyak lainnya. Untuk mengelola realitas perkotaan seperti dipaparkan diatas, bahwa ada "Gap besar" antara "the Haves”  dan “the Haves not", harus ada suatu kebijakan perkotaan yang Pro rakyat". Di ruang publik, dengan segala fasilitas modern yang ada, tempat bersemayamnya Mal, Hotel, Apartemen, Kantor-sewa, Pemerintah diharapkan mampu menyediakan ruang-Terbuka untuk semacam Bazaar Tradisional Indonesia, sebagai tempat untuk "Kancah Kaki-5" tempat rakyat kecil juga dapat berpartisipasi dalam ruang publik yang notabena juga miliknya itu. Bazaar Indonesia ini juga dapat menjadi daya tarik dalam Agenda Budaya kota, yang kemudian dapat menjadi tujuan pariwisata juga. Kebijakan Pro-masyarakat ini  diharapkan bisa menjembatani kepentingan publik dengan Elite. Kebijakan ini juga akan membangun kolaborasi antara Elite, kelas menengah dan  pedagan Kaki-5 juga.


Perencanaan ruang Publik Hijau berpusat pada Pejalan-kaki.

Perencanaan ruang Publik berpusat pada Pejalan-kaki terutama di daerah beriklim tropis, mampu menimbulkan kenyamanan bagi pejalan-kaki di kota. Kenyamanan ini pada gilirannya akan menimbulkan  antusiasme kepada masyarakat untuk hidup sehat di kota. Berbagai bangunan bertingkat tinggi dihubungkan satu dengan yang lain dengan koridor yang  terlindung sehingga Pedestrian dapat menikmati berjalan-jalan dalam keseharian hidup dikota, bangunan-bangunan itu menjadi tidak lagi berdiri angkuh. Masyarakat dan khalayak ramai dapat berjalan-jalam dan menyelinap disela-sela semak dan menikmati taman tropis di jantung kota.

 
IV. KESIMPULAN:

Paradigma Postmodern dalam Perencanaan dan perancangan Kota memperoleh peluang untuk memainkan peran yang nyata dalam perencanaan dan perancangan perkotaan di kota-kota Indonesia Menuju Kota Hijau (seperti terlihat pada beberapa contoh di atas), segera dan langsung dapat diterapkan mulai dari sekarang, serta tak perlu menunggu lagi, karena nilai-nilai Postmodernisme sangat relevan dengan masalah Perkotaan yang muncul akhir-akhir ini di negara sedang berkembang seperti Indonesia, terutama karena selaras dengan Pergerakan Hijau diseluruh muka bumi ini.




[1] Hirt, Sonia A. 28

Keywords: Kota Hijau, Pengaruh Postmodernisme dalam perencanaan kota

Share :
     
A. RUDYANTO SOESILO

About me :

Foto Pidato Lustrum I UnikaPidato Dies Natalis XXIX, 5 Agustus 2011Presenting Unity in Diversity ConservationCertificate of the Best paper AwardPembicara utama Seminar Arsitektur PopulisWebinar pembukan Program Doktor Arsitektur Digital

 

  Facebook account

Untuk para pengagum kehidupan, pemikiran, seni, musik dan arsitektur yang berkarya, belajar, mengagumi, mencintai dan ingin menyemaikan nya.

 :

Dr.Ir.A.Rudyanto Soesilo MSA

Lecturer - Architect - Composer 

 :

 :

NB: bila anda membuka blog ini, beri koment n alamat email anda agar dapat berdiskusi, Nuwun